Perselisihan antara Cuban dan Musk berakar dari dukungan Musk terhadap Trump, yang dianggap kontroversial oleh banyak pihak.
Dalam pernyataannya, Musk menyatakan bahwa jika Trump tidak terpilih, maka demokrasi di Amerika akan terancam. “Sangat sedikit orang Amerika yang menyadari bahwa jika Trump TIDAK terpilih, ini akan menjadi pemilihan terakhir,” tulis Musk.
Ia bahkan menambahkan bahwa Trump adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkan demokrasi di negara itu.
Cuban, yang telah mengenal Trump selama beberapa dekade, dengan tegas memperingatkan Musk tentang sikap Trump yang sering kali hanya mementingkan dirinya sendiri. Dalam tulisannya, Cuban menekankan, “Elon, akan ada saatnya ketika kamu membutuhkan sesuatu dari Donald Trump. Kamu akan berpikir bahwa kamu telah mendapatkan hak untuk meminta dan menerima.
Kamu telah menjadi prajurit yang loyal baginya dan telah mendukungnya secara finansial dengan puluhan juta dolar.” Namun, Cuban menegaskan bahwa di saat Musk paling membutuhkannya, Musk akan menemukan kenyataan pahit bahwa loyalitas Trump hanya untuk dirinya sendiri.
Ketegangan ini semakin meningkat ketika Musk menuduh Partai Demokrat berupaya mengubah pemilih dengan mengimpor jutaan migran ilegal untuk memperkuat suara mereka di negara bagian kunci.
Ia berargumen bahwa strategi ini akan membawa Amerika ke dalam keadaan satu partai, di mana hanya pemilihan pendahuluan Partai Demokrat yang akan tersisa.
Pernyataan Musk ini mendapat kritik tajam dari Cuban, yang menganggap klaim tersebut tidak berdasar dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Sebagai perwakilan dari kampanye Harris, Cuban berusaha menekankan bahwa Harris memiliki rencana yang lebih baik untuk memulihkan dan meningkatkan ekonomi Amerika setelah pandemi COVID-19.
Ia menggarisbawahi bahwa ketika berbicara dengan tim Harris tentang kebijakan, mereka berusaha memahami secara mendalam, berbeda dengan Trump yang hanya berbicara tanpa substansi. “Saat kamu berbicara dengan stafnya tentang menyusun kebijakan, mereka benar-benar menggali dan mencoba memahaminya. Dan ketika kamu melakukan itu, seperti bisnis yang nyata, kamu tidak akan ceroboh dalam setiap pernyataan,” ujarnya.
Cuban juga mencatat bahwa keunggulan Trump dalam hal ekonomi mulai menurun. “Orang-orang mulai menyadari bahwa memiliki rencana yang dipikirkan dengan baik jauh lebih baik daripada seseorang yang hanya berbicara sembarangan,” tambahnya.
Penilaian ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi yang diusung Trump dan meningkatnya dukungan untuk Harris.
Dalam konteks ini, Musk menyatakan bahwa ia bersedia untuk berkontribusi jika Trump memintanya untuk mengisi posisi di pemerintahan.
Trump pun menyatakan keterbukaannya untuk menempatkan Musk dalam kabinet atau posisi penasihat jika terpilih kembali. “Dia orang yang sangat pintar. Jika dia mau, saya pasti akan melakukannya,” kata Trump.
Musk, yang sebelumnya mendukung Presiden Joe Biden pada tahun 2020, kini beralih lebih mendekati posisi Partai Republik, terutama dalam isu-isu sosial.
Ia juga mengaku merasa “tertipu” oleh apa yang ia sebut sebagai “virus pikiran woke,” yang mempengaruhi keputusannya terkait anaknya yang menjadi seorang wanita transgender.
Pernyataan ini menunjukkan perubahan pandangannya yang signifikan terhadap isu-isu sosial yang sering diusung oleh Partai Demokrat.
Dalam kancah politik yang semakin panas ini, Cuban dan Musk mencerminkan dua sisi dari spektrum politik Amerika yang terpecah.
Cuban yang tegas mendukung Harris mencoba untuk menarik perhatian publik terhadap pentingnya dukungan untuk kandidat yang memiliki rencana konkret.
Sementara Musk, dengan pengaruhnya yang besar, terus memicu perdebatan seputar loyalitas dan strategi politik yang dianggapnya penting untuk masa depan Amerika.
Ketegangan antara kedua tokoh ini mencerminkan bagaimana politik Amerika semakin dipenuhi oleh ketidakpastian dan perdebatan yang tajam.
Dalam situasi ini, baik Musk maupun Cuban memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapat publik, dan interaksi mereka akan terus menarik perhatian media dan masyarakat luas.
Bagaimana mereka mengelola perbedaan pandangan ini, serta dampaknya terhadap pemilih, akan menjadi sorotan menjelang pemilihan mendatang.